Bangkong Reang

Kesenian Bangkong Reang merupakan salah satu jenis kesenian tradisional yang berasal dari daerah Jawa Barat, tersebar di beberapa tempat diantaranya yaitu di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Istilah Bangkong Reang sendiri merupakan perpaduan dari kata “Bangkong” dan “Reang”. Kata “Bangkong” merupakan istilah nama sejenis hewan yang berarti “Katak” dalam bahasa Indonesia, sedangkan kata “Reang” mengandung arti terdengar suara banyak orang atau binatang. Dengan demikian, kesenian Bangkong Reang merupakan sebuah kesenian tradisional yang dalam pementasannya terilhami dari suara “Katak” yang bersahut-sahutan dan membentuk suatu pola irama musik tertentu.

Alat musik yang digunakan dalam Bangkong Reang ada 2 jenis yaitu alat musik bambu dan alat musik gembyung. Komposisi pemain Bangkong Reang terdiri dari 2 pemain buyung, 6 pemain keprak, 1 pemain kolotok, 2 pemain rengkong. Struktur pertunjukan Bangkong reang terbagi menjadi 3 bagian yaitu: gerakan pembuka, lagu, gerakan yang diiringi oleh lagu penutup.

Kesenian Bangkong Reang merupakan salah satu kesenian tradisional yang lahir dan tumbuh, serta berkembang dalam kehidupan masyarakat di Desa Lebak Muncang, Kab. Bandung sebagai hasil penciptaan atau penerapan nilai-nilai kehidupan yang bersumber dari akar budaya masyarakat setempat. Keberadaan kesenian tersebut dipengaruhi oleh beberapa aspek antara lain, letak geografis, pendidikan, mata pencaharian, kepercayaan dan lain-lain. Namun aspek yang paling menonjol dan mempengaruhi munculnya kesenian ini  adalah mata pencaharian hidup dan kepercayaan. Dengan demikian kesenian ini pada umumnya ditampilkan pada ritual perayaan panen padi.

Masyarakat yang berada di daerah pedesaan pada umumnya menganut sistem ekonomi tradisional, dengan pola produksinya yang berdasarkan pada tenaga keluarga, termasuk menggembala ternak. Begitu pula dengan kesenian Bangkong Reang yang awalnya berasal dari permainan rakyat di Desa Lebak Muncang yang dilakukan penggembala kerbau atau domba untuk menghilangkan kejenuhan saat menggembala.

Selain itu, pada masyarakat agraris tradisional berkembang suatu mitologi yang menunjukan sebuah jenis kesenian tradisional musik bambu yang masih berkembang dalam masyarakat Sunda, mencerminkan kepercayaan terhadap nenek moyang (animisme) yang dalam pementasannya sebagai sarana ritual menghormati Dewi Sri atau Nyi Pohaci. Dalam mengungkapkan rasa syukur atas hasil panen yang berlimpah, biasanya masyarakat ekspresikan dalam bentuk pementasan karya kesenian musik bambu, termasuk didalamnya Bangkong Reang.

Contributor: Muhamad Rifaldi