Bingbrung

Seni Bingbrung, yang berakar di Kelurahan Ledeng, Kecamatan Cidadap, Kotamadya Bandung, Jawa Barat, menunjukkan karakter uniknya sebagai seni ritual dengan perkembangan yang cenderung lambat jika dibandingkan dengan seni ritual lainnya. Meskipun begitu, sayangnya, kesenian ini masih belum sepenuhnya dikenal oleh masyarakat luas. Sejarah Bingbrung memiliki akar yang kuat, dimulai pada tahun 1910, awalnya dikenal dengan nama nyolawat atau sholawat.

Contributor: Muhammad Keivi Dhafin

Bangkong Reang

Kesenian Bangkong Reang merupakan salah satu jenis kesenian tradisional yang berasal dari daerah Jawa Barat, tersebar di beberapa tempat diantaranya yaitu di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Istilah Bangkong Reang sendiri merupakan perpaduan dari kata “Bangkong” dan “Reang”. Kata “Bangkong” merupakan istilah nama sejenis hewan yang berarti “Katak” dalam bahasa Indonesia, sedangkan kata “Reang” mengandung arti terdengar suara banyak orang atau binatang. Dengan demikian, kesenian Bangkong Reang merupakan sebuah kesenian tradisional yang dalam pementasannya terilhami dari suara “Katak” yang bersahut-sahutan dan membentuk suatu pola irama musik tertentu.

Alat musik yang digunakan dalam Bangkong Reang ada 2 jenis yaitu alat musik bambu dan alat musik gembyung. Komposisi pemain Bangkong Reang terdiri dari 2 pemain buyung, 6 pemain keprak, 1 pemain kolotok, 2 pemain rengkong. Struktur pertunjukan Bangkong reang terbagi menjadi 3 bagian yaitu: gerakan pembuka, lagu, gerakan yang diiringi oleh lagu penutup.

Kesenian Bangkong Reang merupakan salah satu kesenian tradisional yang lahir dan tumbuh, serta berkembang dalam kehidupan masyarakat di Desa Lebak Muncang, Kab. Bandung sebagai hasil penciptaan atau penerapan nilai-nilai kehidupan yang bersumber dari akar budaya masyarakat setempat. Keberadaan kesenian tersebut dipengaruhi oleh beberapa aspek antara lain, letak geografis, pendidikan, mata pencaharian, kepercayaan dan lain-lain. Namun aspek yang paling menonjol dan mempengaruhi munculnya kesenian ini  adalah mata pencaharian hidup dan kepercayaan. Dengan demikian kesenian ini pada umumnya ditampilkan pada ritual perayaan panen padi.

Masyarakat yang berada di daerah pedesaan pada umumnya menganut sistem ekonomi tradisional, dengan pola produksinya yang berdasarkan pada tenaga keluarga, termasuk menggembala ternak. Begitu pula dengan kesenian Bangkong Reang yang awalnya berasal dari permainan rakyat di Desa Lebak Muncang yang dilakukan penggembala kerbau atau domba untuk menghilangkan kejenuhan saat menggembala.

Selain itu, pada masyarakat agraris tradisional berkembang suatu mitologi yang menunjukan sebuah jenis kesenian tradisional musik bambu yang masih berkembang dalam masyarakat Sunda, mencerminkan kepercayaan terhadap nenek moyang (animisme) yang dalam pementasannya sebagai sarana ritual menghormati Dewi Sri atau Nyi Pohaci. Dalam mengungkapkan rasa syukur atas hasil panen yang berlimpah, biasanya masyarakat ekspresikan dalam bentuk pementasan karya kesenian musik bambu, termasuk didalamnya Bangkong Reang.

Contributor: Muhamad Rifaldi

TARI JAIPONG NYI RONGGENG

Pertunjukan Tari Jaipong Nyi Ronggeng dari Sanggar Arum Sari ini digelar pada tanggal 17 Desember 2023, hari minggu di Pendopo Mundinglaya Institut Seni Budaya Indonesia dalam aacara yang di selenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa ISBI Bandung yang berjudul “Ngaguar Budaya”. Pertunjukan ini ditampilkan pada sore hari berjalan lancar serta luar biasa.
Tari Jaipong Nyi Ronggeng ini pun menurut ahli di pandang sarat dengan anasir-erotisme (sexual signal). Dimana Ronggeng ini merupakan hasil eksplorasi dalam tari Jaipongan. Menurut ahli juga tarian ini menjadi basis inspirasi koreografer kreatif menjadi ragam tari yang memikat. Dalam tari Jaipongan Nyi Ronggeng ini dalam penggerakan lengan, mengayun pinggul dan gerakan kaki yang simetris akan terlihat menjadi penari yang seksi.

Contributor: Clarisa Anggraeni

Reak

Reak merupakan kesenian Cileunyi yang beranggotakan 10 orang yang terdiri atas satu barongan, dua kuda lumping, dan tujuh pemusik. Meski demikian, Reak juga sempat menggunakan angklung sebagai media musiknya. Di area Cileunyi sendiri, sebetulnya terdapat 52 grup Reak, dengan Reak Juarta Putra menjadi yang tertua. Setelah itu, terdapat grup Maska yang terbentuk pada 1970 -1980-an. Grup Maska tersebut memiliki aliran dari Aki Rahma, salah satu pilar seni Reak.

Berdasarkan catatan sejarah, kesenian Reak yang diperkenalkan dan dikembangkan Abah Juarta ini memiliki empat aliran, yaitu Juarta, Rahma, Kurdi, dan Enjoh. Kesenian ini muncul kala Cileunyi dan Cibiru belum tercipta dan masih berada dalam kawasan Ujung Berung. Kesenian Reak ini juga dimeriahkan berbagai alat musik dan sepasang kuda lumping. Untuk membuat suasana semakin ramai dan megah, seperangkat alat musik tabuh yang disebut dogdog menjadi andalan sekaligus ciri khas.

Contributor: Bernadine Zahwa Fitrian

Gending Karesmen

Gending karesmen merupakan salah satu bentuk sajian teater rakyat di Tatar Sunda. Kesenian ini dirintis sejak taun 1927 oleh R.Memed Kartabrata. Perkembangannya telah melalui perjalanan waktu yang sangat panjang. Ini dapat dilihat dari sejarah yang melatar belakangi pertumbuhannya.

Gending karesmen merupakan perpaduan dari beberapa unsur seni lain seperti seni sastra, yakni berupa naskah cerita atau lakon dalam bentuk prosa liris, yaitu karya sastra yang dapat diungkapkan melalui nyanyian. Dialog para pemain gending karesmen di panggung disampaikan dengan menyanyi (sekaran). Lakonnya sendiri mengambil dari cerita pantun dan legenda dipergunakan seperangkat gamelan salendro atau pelog. Lagu yang disajikan disesuaikan dengan alat tabuh yang dipergunakan.

Bila menggunakan kacapi suling atau degung, lagunya mengambil lagu-lagu Cianjuran (Tembang Sunda), pupuh buhun dan lagu degung (ageung). Kalau menggunakan gamelan pelog atau salendro, lagu-lagunya mengambil lagu tradisi, kliningan atau ketuk tilu, dicampur dengan lagu gubahan baru.

Dalam hal perbaduan itu terjadi dengan seni rupa, unsur-unsur yang perlu penanganan seni rupa terdiri dari: tata busananya, tata riasnya, dan tata grafisnya. Sedangkan perpaduan dengan seni tari diperlukan jika dalam pertunjukan gending karesmen terdapat adegan tertentu yang tidak dapat disampaikan dengan dialog, seperti suasana di Kahiyangan (Para Pohaci dnegan Guriang).

Seni akting oleh setiap pemain sudah tentu diperlukan sesekali sebagai ungkapan perasaan, agar tidak menjemukan orang yang menonton. Terutama sebagai penuntun imajinasi bagi para penonton. Untuk seni lain yang juga diperlukan adalah seni penataan suara dan penataan lampu atau lighting. Tata suara yang baik sangat mutalak diperlukan karena dialog para pemain harus terdengar jelas oleh para penonton. Juga tata lampunya sebagai penunjang suasana pentas tidak boleh tidak harus ditangani dengan baik.

Oleh karena itu, dalam penyajian pertunjukan gending karesmen diperlukan orang-orang yang berfungsi sebagai : 1. Penata naskah; 2. Penata lagu; 3. Penata gending; 4. Penata tari; 5. Penata lampu; 6. Penata rias; 7. Penata pentas. Para penata tersebut dikoordinir oleh seorang sutradara.

Tema dan isi cerita gending karesmen biasanya mengambil dari cerita pantun Sunda, cerita legenda atau sempalan kejadian yang ada di masyarakat Tatar Sunda, diantaranya: Lutung Kasarung, Mundinglaya dikusumah, Sangkuriang, dan Nyi Pohaci Sanghiyang Sri. Lagu yang dipergunakan kebanyakan mengambil dari tembang Sunda, namun ada pula gending karesmen yang sepenuhnya kawih Sunda, yaitu karya H. Koko Koswara atau Mang Koko, mantan Direktur Konservatori Karawitan (kokar) Bandung atau SMKI yang sekarang SMKN 10 Bandung. Karena lagu-lagunya, bahkan pun liriknya, merupakan hasil ciptaan sendiri, maka hasil ciptaan tersebut ditata dengan apik.

Dalam karyanya tersebut, Mang Koko selalu memasukkan unsur-unsur guyonan, sehingga enak untuk ditonton ataupun didengar, dan tentunya tidak menjenuhkan, baik bagi para penonton ataupun didengar, dan tentunya tidak menjenuhkan, baik bagi para penonton, pendengar maupun bagi para pemain itu sendiri. Gending karesmen ciptaan Mang Koko di antaranya Si Kabayan jeung Raja Jimbul, Nyai Dasimah dan Pangeran Jayakarta.

Waditra yang dipergunakan dalam gending karesmen adalah kecapi siter atau kecapi parahu (kacapi indung), suling atau rebab, goong, dan kendang. Tetapi, bisa juga menggunakan perangakat waditra lengkap seperti gamelan degung atau gamelan salendro, gamelan pelog. Laras yang dipergunakan yaitu laras pelog, salendro, degung, mataraman, sorog atau madenda (na atau ti).

Cerita gending karesmen yang telah dipentaskan antara lain Lutung Kasarung, Mundinglaya Dikusumah dan Si kabayan.

Sumber: Enoch Atmadibrata,”Khazanah Seni Pertunjukan Jawa Barat”, Disbudpar-Yayasan Kebudayaan Jaya Loka,Bandung,2006

Jenaka Sunda

Jenaka Sunda merupakan jenis seni suara Sunda Jawa Barat. Pertunjukannya menitik beratkan kepada unsur karawitan, yaitu seni suara dan gendingnya. Selain menyuguhkan seni suara yang liriknya diselingi humor (jenaka), dalam percakapannya juga sert gerak-gerik pemainnya terselip humor pula.
 
Seni ini merupakan hasil kreativitas seorang seniman lokal yang dipanggil Menir Muda. Ia keturunan Menir atau Bang Menir. Kata Menir dalam bahasa Belanda artinya Tuan. Mungkin yang dimaksud dengan Menir Muda adalah Tuan Muda karena Menir yang tua adalah Bang Menir itu.
 
Menir Muda bukan saja sebagai penyanyi tetapi juga merupakan pemetik kecapi yang terampil. Ia bermain sendiri sekitar tahun 1992. Dalam perkembangannya, anggota kesenian jenaka Sunda kemudian ditambah dengan seorang pemain biola atau piul. Setelah itu, masih juga mengalami perubahan yaitu dengan bertambahnya jumlah waditra serta pemainnya. Di antara tambahan itu tercatat pemetik kecapi, dua orang, lalu penggesek biola dan juru kawih masing-masing seorang.Perkumpulan jenaka Sunda modern di Jawa Barat antara lain Eddio dan kawan-kawan dari Cicalengka, Kabupaten Bandung. Kemudian perkumpulan jenaka sunda “empat E” (Enang, Entoh, Emen dan entoy) dari Kota Bandung, yang lainnya adalah perkumpulan jenaka Sunda dari Kampung Cikabuyutan, Desa Hegarsari, Kecamatan Banjar, Kabupaten Ciamis, pimpinan Enjen.
 
Jenaka Sunda piminan Enjen merupakan perkumpulan Jenaka Sunda yang malang melintang pada zamannya. Apalagi ketika perkumpulan ini ini menambah kelengkapannya dengan kecapi biola Mang Adang (Tunanetra) yang dalam pertunjukannya menekankan gerakan-gerakan keterampilan menggesek biola yang diselingi dengan gerakan gurauan (ngabodor).
 
Waditra yang dipergunakan kesenian jenaka Sunda adalah dua buah kecapi, satu buah biola yang (kadang-kadang tidak) dimainkan oleh satu orang pemain kecapi rincik dan satu orang juru kawih ( biasanya wanita). Pakaian yang dikenakan adalah jas untuk pria dan kebaya untuk wanita. Pakaian yang dikenakan adalah jas untuk pria dan kebaya untuk wanita.
 
Lagu-lagu yang disajikan antara lain : Bendrong, Kidung Rengoong Gancang Panglima, Senggot, Leang-leang, Sukabumian. Lagu-lagu ini dinyanyikan oleh penyanyi pria. Sedangkan bagi penyanyi wanita lagu-lagu yang dilantunkan adalah : Hareupeun Kaca, Dikantum Kakasih, Surat Kayas, Leungiteun Kakasih dan sebagai lagu penutup ditembangkan lagu Jiro.
 
Sumber: Enoch Atmadibrata,”Khazanah Seni Pertunjukan Jawa Barat”, Disbudpar-Yayasan Kebudayaan Jaya Loka,Bandung,2006

Tari Keurseus

Tari Keurseus merupakan tari putra yang erat kaitannya dengan tari tayub, yaitu tari pergaulan di kalangan menak (bangsawan) Sunda. Tari keurseus disusun dari gerak-gerak tari tayub yang dirapikan dan dipolakan secara khusus. Dalam tayub, gerak tarinya tidak mempunyai pola khusus, baik menurut kehendak maupun perbendaharaan gerak masing-masing penari. Oleh karena itu, tari tayub yang bebas kadangkala tidak terkendalikan, sehingga tayuban dijadikan sebagai pertemuan silaturahmi antar penari dan menjadi arena perebutan ronggeng sambil mabuk oleh minuman keras.

 

Sekelompok penggemar nayub tidak menyukai hal yang demikian, sehingga mereka berusaha untuk menertibkan nayuban serta tariannya. Demikian pula minuman keras dilarang sampai memabukan serta ronggeng pun disuruh duduk saja dan tidak perlu menari. Tarian mulai diberi struktur tertentu dalam gerakannya, sehingga terwujud sebuah tarian yang disebut ibing patokan, Salah seorang pelopornya adalah kerabat Bupati Sumedang, yaitu R. Ganda koesoemah, yang di kalangan seni tari Sunda dikenal dengan nama Aom Doyot. Pada waktu itu ia camat leuwilian, Bogor.

Jaipong

Jaipongan adalah sebuah genre kesenian yang lahir dari kreativitas seorang seniman Bandung, yakni Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah ketuk tilu membuat seorang Gugum Gumbira mengetahui dan mengenal betul perbendarahaan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada kliningan / bajidoran atau ketuk tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian di atas cukup memberikan inspirasi untuk mengembangakan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama jaipongan.

 

Tetapi, sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada pengaruh yang melatar belakangi bentuk tari pergaulan tersebut. Di Jawa Barat, misalnya, tari pergaulan merupakan hasil dari pengaruh dansa ball room, dan biasanya tari-tari pergaulan tradisional tak lepas dari keberadaan ronggeng dan pamogoran (pria yang suka main perempuan). Ronggeng dalam tari pergaulan tak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul.

 

Dalam penyajiannya, jaipongan gaya kaleran tersebut secara kronologis tahap-tahapnya adalah sebagai berikut :
  1. Tatalu
  2. kembang Gadung
  3. Buah Kawung Gopar
  4. Tari Pembukaan (ibing pola), biasanya dibawakan oleh penari tunggal atau sinden tatandakan (sinden yang tidak menyanyi melainkan menarikan lagu sinden/ juru kawih)
  5. jeblokan dan jabanan, yang merupakan bagian pertunjukan ketika para penonton (bajidor) sawer (memberikan) uang (jabanan) sambil salam tempel. Istilah jeblokan diartikan sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan salah seorang penonton (bajidor).

Badawang

Salah satu kesenian yang termasuk dalam seni helaran adalah kesenian badawang yang terdapat di Kabupaten Karawang, Purwakarta, Subang dan Rancaekek (Kabupaten Bandung). Di daerah Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, dan Cihideung-Cisarua, Kabupaten Bandung, badawang disebut juga bebegig atau bangbarongan.

 

Badawang searing juga disebut barongan raksasa, yaitu boneka orang-orangan yang ukurannya besar, melebihi manusia biasa. Tulisa DR. Th. Pigeaud dalam bukunya : “Javansche Volksvertoningen” menggambarkan wajah dan pakaian badawang ada yang meniru Panakawan dalam Pewayangan seperti Semar, Cepot, Udawala dan Gareng. Selain itu, ada pula yang meniru denawa (raksasa) yang bermuka seram dan menakutkan serta ditambah pula bentuk-bentuk binatang seperti momonyetan (kera-keraan), gajah-gajahan, macan-macanan dan lain-lain.

Goong Renteng

Goong renteng merupakan salah satu jenis gamelan khas masayarakat Sunda yang sudah cukup tua. Paling tidak, goong renteng sudah dikenal sejak abad ke – 16. Goong renteng tersebar di wialayah Jawa Barat.

Menurut Jaap Kunst (1934:386), goong renteng dapat ditemukan di Cileunyi dan Cikebo (wilayah Tanjungsari, Sumedang), Batukarut, Lebakwangi(wilayah Pameungpeuk, Kabupaten Bandung), dan Keraton Kanoman Cirebon. Selain itu, goong renteng juga terdapat di Cigugur (Kungingan). Talaga (Majalengka), Ciwaru (Sumedang), Tambi (Indramayu), Mayung, Suranenggala dan Teglan (Cirebon).