Badawang

Salah satu kesenian yang termasuk dalam seni helaran adalah kesenian badawang yang terdapat di Kabupaten Karawang, Purwakarta, Subang dan Rancaekek (Kabupaten Bandung). Di daerah Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, dan Cihideung-Cisarua, Kabupaten Bandung, badawang disebut juga bebegig atau bangbarongan.

 

Badawang searing juga disebut barongan raksasa, yaitu boneka orang-orangan yang ukurannya besar, melebihi manusia biasa. Tulisa DR. Th. Pigeaud dalam bukunya : “Javansche Volksvertoningen” menggambarkan wajah dan pakaian badawang ada yang meniru Panakawan dalam Pewayangan seperti Semar, Cepot, Udawala dan Gareng. Selain itu, ada pula yang meniru denawa (raksasa) yang bermuka seram dan menakutkan serta ditambah pula bentuk-bentuk binatang seperti momonyetan (kera-keraan), gajah-gajahan, macan-macanan dan lain-lain.

Goong Renteng

Goong renteng merupakan salah satu jenis gamelan khas masayarakat Sunda yang sudah cukup tua. Paling tidak, goong renteng sudah dikenal sejak abad ke – 16. Goong renteng tersebar di wialayah Jawa Barat.

Menurut Jaap Kunst (1934:386), goong renteng dapat ditemukan di Cileunyi dan Cikebo (wilayah Tanjungsari, Sumedang), Batukarut, Lebakwangi(wilayah Pameungpeuk, Kabupaten Bandung), dan Keraton Kanoman Cirebon. Selain itu, goong renteng juga terdapat di Cigugur (Kungingan). Talaga (Majalengka), Ciwaru (Sumedang), Tambi (Indramayu), Mayung, Suranenggala dan Teglan (Cirebon).

Terebang Gesrek

Terebang gesrek termasuk seni karawitan tradisional Tatar Sunda yang bersifat magis religius. Disebut demikian karena cara penyajiannya selalu diawali dengan membakar kemenyan dan melantunkan pupujian serta lagu-lagu yang berbahas Arah. Selain itu ada seseorang yang dituakan yaitu Kolot atau pimpinan rombongan terebang gesrek yang selalu memegang Kitab Barjanjai yang bertuliskan huruf Arab mirip Al-Qur’an dengan ukuran sedang.

 

Kesenian ini lahir pada tahun 1623 yaitu pada masa pemerintahan Bupati Sukapura III yang bernama R. Anggadipa I dengan julukan Dalem Sawideak. Seni terebang gesrek ini terpelihara sampai sekarang di Kampung Cirangkong, Desa Cisaat Girang, Kecamatan Sukaraja, serta di daerah Cikalong, cipatujah, Taraju dan Cigalontang yang kesemuanya berada di wilayah Kabupaten Tasikmalaya.

Rengkong

Kesenian rengkong mengambil nama dari alat pemikul padi, yaitu angguk rengkong, yang dipergunakan dalam pertunjukan kesenian itu. Angguk rengkong terbuat dari awi guluntungan (bambu gelondongan) yang terdapat hampir di setiap daerah di Tatar Sunda.

 

Ketika angguk rengkong dipergunakan untuk memikul padi sambil berjalan atau bergerak, maka akan keluarlah bunyi yang disebabkan oleh gesekan antara pemikul (angguk rengkong) dengan tali pengikat padinya (salang). Tali pengikat padi ini pun terbuat dari bambu jenil awi tali.

Angklung Buncis

Angklung buncis atau lebih dikenal dengan nama Buncis saja, merupakan seni pertunjukan yang bersifat hiburan. Kesenian ini di antaranya terdapat di daerah Baros (Arjasari, Bandung). Pada mulanya buncis digunakan pada acara-acara pertanian yang berhubungan dengan dengan padi. Tetapi, pada masa sekarang kesenian buncis digunakan sebagai seni hiburan. Hal ini berhubungan dengan semakin berubahnya pandangan masyarakat yang mulai berkurang mengindahkan hal-hal yang berbau kepercayaan lama.

Tahun 1940-an dapat dianggap sebagai berakhirnya fungsi ritual buncis dalam penghormatan padi, karena sejak itu buncis berubah menjadi pertunjukan hiburan. Sejalan dengan itu, tempat-tempat peyimpanan padi pun (leuit, lumbung) mulai menghilang dari rumah-rumah penduduk, diganti dengan tempat-tempat karung yang lebih praktis, dan mudah dibawa ke mana-mana. Apabila, padi pun sekarang banyak yang langsung dijual, tidak disimpan di lumbung. Dengan demikan, kesenian buncis yang tadinya digunakan untuk acara-acara ngunjal (membawa padi) tidak diperlukan lagi dalam proses membawa padi dari sawah ke lumbung pada masa panen.

Calung Renteng

Calung Renteng atau Calung runtuy atau calung rantay merupakan deretan buluh-buluh bambu yang ditata serta panjangnya berurutan sesuai dengan tingkat-tingkat nadanya. Deretan buluh-buluh itu diikat sehingga merupakan untaian yang selanjutnya direntangkan pada dua penahan. Calung renteng ditabuh memakai dua alat pukul (panakol) yang masing-masing dipegang dengan tangan kiri dan tangan kanan.
Seperti disebutkan di atas, buluh-buluh calung renteng merupakan untaian yang digantungkan pada tali, kemudian direntangkan di antara dua penahan. Satu penahan menahan ujung satunya yaitu buluh yang paling pendek. Penahannya bisa merupakan batang pohon atau tiang untuk mengikatkan ujung tali untaian buluh atau bilah calungnya. Ujung yang satunya lagi, talinya diikatkan pada pinggang si penabuh. Calung renteng ditabuh menggunakan dua alat pemukul (panakol). Cara menabuhnya adalah dari kiri ke kanan atau sebaliknya. Tetapi, kalau bilah-bilahnya digantungkan dari atas ke bawah, maka menabuhnya pun dari atas ke bawah atau sebaliknya.

Angklung Badeng

Badeng merupakan jenis kesenian yang menekankan segi musikalitasnya dengan angklung sebagai alat musik yang utama. Badeng terdapat di Desa Sanding, Kecamatan Malangbong, Garut. Dulu Badeng berfungsi sebagai hiburan untuk kepentingan dakwah Islam. Tetapi, diduga Badeng telah digunakan masyarakat sejak masa sebelum Islam dalam upacara-upacara yang berhubungan dengan ritual pemananaman padi.
 
Sebagai seni untuk media dakwah, Badeng dipercaya berkembang lebih besat sejak Islam menyebar di daerah ini sekitar abad ke -16 atau 17. Pada masa itu, dua orang warga Sanding, Arpaen dan Nursaen, belajar agama Islam ke Kesultanan Demak. Sepulangnya dari Demak, mereka berdakwah menyebarkan agama Islam. Salah satu sarana penyebaran Islam yang digunakannya adalah seni Badeng. Angklung yang digunakan dalam perangkat Badeng jumlahnya 9 buah yaitu 2 angklung roel, 1 angklung kecer, 4 angklung indung dan angklung bapa, 2 angklung anak, 2 buah dogdog, 2 bauah terebang atau gembyung, serta 1 kecrek. Teks lagunya menggunakan bahasa Sunda bercampur dengan bahasa Arab. Dalam perkembangan selanjutnya disesuaikan dengan keperluan acara. Selain menyajikanlagu-lagu, pertunjukan Badeng menyajikan pula atraksi kekebalan tubuh, misalnya mengiris tubuh dengan senjata tajam. Lagu-lagu Badeng di antarannya : Lailahailalloh, Yati, Kasreng, Yautike, Lilumbungan, dan Solallohu.

Image Not Found